Pandemi tidak hanya berimbas pada ekonomi secara nasional, tetapi juga berimbas pada proses pendidikan.
Dengan dikeluarkannya surat keputusan untuk tidak melakukan kerumunan, secara praktis, proses pendidikan di dalam kelas ditiadakan. Sebagai gantinya, proses pembelajaran dilakukan secara daring. Yaitu pembelajaran virtual yang dilakukan oleh seorang guru dan murid dengan menggunakan media online sebagai media pembelajaran alternatif.
Ilustrasigambar/pixabay.com
Namun, proses pembelajan ini memiliki banyak kelemahan, terlebih pada esensi pendidikan itu sendiri.
Apalagi dilihat dari segi keterlibatan siswa. Pembelajaran ini memaksakan siswa untuk daring secara full untuk mengikuti seluruh mata pelajaran.
Bukan dari sekedar penerimaan data informasi, melainkan kepada taraf biologis siswa.
Coba kita bayangkan betapa jenuhnya seorang siswa yang harus secara full menonton melalui handphone, atau komputer untuk mengikuti seluruh pembelajaran yang disampaikan oleh gurunya masing-masing. Bukankah ini akan berdampak pada kesehatan mata siswa?.
Selain itu, hakikat pendidikan adalah pada titik praktik, dimana guru adalah contoh praktek pendidikan bagi siswa.
Dengan pembelajaran seperti ini, apa mungkin seorang siswa dapat menangkap bukan hanya sekedar informasi melainkan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari?.
Jelas ini sebuah problem!. Sehingga pada akhirnya, penyampaian proses pembelajaran dalam sebuah virtual ini menempatkan seorang guru bukanlah sebagai seorang guru seperti saat pembelajaran di kelas, melainkan seorang tutor saja. Yang mana tutor tidak memiliki tanggung jawab dalam aspek ketauladan.
Jika kita melihat dari sisi istilah pendidikan sendiri. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari segi realistis, bagaimana proses pembelajaran ini bisa membangun kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan seorang siswa. Sedangkan publik figure yaitu guru sebagai orangtua kedua tidak pernah bertemu secara langsung?.
Adalah benar, jika guru seorang tauladan yang baik bagi siswa. Namun, dengan pembelajaran daring seperti ini. Jelas membatasi akses hampir seluruh ruang kepribadian guru dihadapan siswa.
Ruh pendidikan adalah ketauladan, sebaik apapun penyampaian dalam sebuah
pembelajaran, akan tetapi jika tidak diiringi dengan tauladan yang baik. Maka substansinya NOL.
Seorang dalam ranah pendewasaan, tauladan yang baik adalah bagian dari cara untuk pendewasaan itu sendiri.
Alih-alih melakukan hukuman pada siswa yang membandel, justru yang paling berkesan adalah guru yang memiliki kepribadian yang baik, yang layak menjadi seorang tauladan yang baik.
Alih alih sebagai tambahan dalam meningkatkan pengetahuan secara praktik, nyaris dengan pandemi ini terbatasi.
seperti pepatah mengatakan guru adalah seseorang yang digugu dan ditiru.
Dibelahan dunia manapun mengalami krisis ini, kita berharap semoga pandemi covid ini cepat berlalu. Dan proses pendidikan kembali normal seperti sedia kala.
0 Comments