Pemerintahan Desa pada Jaman Belanda (Perjalanan Sejarah)


Kedatangan Belanda pertama kali di Indonesia adalah dalam rangka berdagang. Namun dalam sejarah akhirnya Belanda sampai menguasai Bangsa Indonesia.

Maka dibuatlah peraturan-peraturan dalam sistem pemerintahannya yang hingga tahun 1903 dianut asas deconsentrasi.

Wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa tingkatan wilayah administratif atau pemerintahan pangreh praja.

Pemerintahan Belanda kemudian mengeluarkan Decentralisatiewet tahun 1903 (tertanggal 23 Juli 1903) yang dimuat dalam Staatblads No. 329/1903 tentang pengaturan atau membentuk daerah-daerah otonomo kemudian disusul dengan peraturan-peraturan lain.

Terhadap daerah-daerah swapraja asli yaitu kerjaan-kerajaan dan desa (Inlanshe Gemeente) Belanda lebih bersikap mengakui (pengakuan) daripada mengatur.

Yaitu membiarkan daerah swapraja dan pemerintahan desa berjalan terus berdasarkan hukum adat setempat dengan dipimpin orang-orang Indonesia asli (raja-raja atau kepala desa).

Dalam pelaksanaannya pada tahun 1906 dikeluarkan ordonansi yang disebut ”Inlandse Gemeente Ordonantie Jawa en Madura” dan dimuat dalam Staatsblads No. 83/1906 disingkat IGO.


Selanjutnya menyusul unut daerahdaerah lain diluar Jawa dan Madura sebagai berikut :

1. Sumatra Barat
2. Bangka
3. Palembang
 4. Distrik Lampung
 5. Tapanul
6. Ambon
7. Belitung
8. Kalimantan Timur : Ordonansi STBL No. 275/1924
9. Bengkulu : Ordonansi STBL No. 6/1931
10. Minahasa/Manado : Ordonansi STBL No. 138/1931

Hal-hal pokok yang perlu diketahui dai isi IGO adalah sebagai berikut :

a. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan beberapa orang yang ditunjuk tidak dipastikan berapa orang dan menjabat sebagai apa.

b. Tidak diatur mengenai struktur pemerintah desa (akan ditetapkan oleh residen)

c. Pemerintahan desa harus menjaga dan memelihara sarana-sarana umum (jalan, jembatan, lapangan, pasar, tanah, saluran air dan lain-lain)

d. Tugas dan kewajiban serta kewenangan kepala desa antara lain :
  • Bertanggungjawab atas keuangan dan kekayaan yang dimiliki desa;
  • Kepala desa mewakili desa dalam dan di luar hukum 
  • Kepala desa menjaga agar pemerintahan desa berjalan baik.
  • Kepala desa memungut  dan Berwenang dalam bidang kepolisian.

e. Kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan bupati sesuai adat setempat.

f. Penghasilan kepala desa dan anggota pemerintahan desa berupa tanah desa/bengkok atau lainnya ditetapkan dengan peraturan bupati setelah diputuskan berdasarkan rembug desa.

Pada tahun 1938 IGO-IGO dicabut dan diganti sebuah ordonansi tunggal yang disebut ”Inlandse Gemeente Ordonantie Buitengesten” (IGOB) dan dimuat dalam STBL No. 490/1938.

Hal-hal yang perlu diketahui dalam IGOB antara lain :

a. Pemerintahan desa terdiri dari kepala desa dan dewan desa;

b. Bentuk, wewenang, susunan pemerintahan serta perangkat desa dilaksanakan menurut hukum adat;

c. Keuangan desa lebih terperinci;

d. Desa berwenang membuat aturan yang menyangkut masalah urusan rumah tangga desa;

e. Desa-desa diketuai oleh Kepala Desa dan jumlah maksimum ditentukan oleh residen;

f. Menentukan pengadilan berdasarkan hukum adat;

g. Setiap akhir triwulan tersebut membuat anggaran belanja bagi pemerintahan desa;

h. Mengenai kerja bakti desa, warga desa yang berhalangan disarankan membayar ganti rugi;

i. Mengenai tanah bengkok tidak menjadi masalah, karena tidak ada institusi mengenai tanah bengkok diluar Jawa dan Madura karena setiap orang yang mau berusaha tersedia cukup tanah yang masuk dalam kewenangan-kewenangan hak ulayat masyarakat desa.

Dari isi IGO dan IGOB nampak bahwa pemerintahan Belanda tidak banyak campur tangan terhadap desa.

Isi IGO dan IGOB hanya merupakan pengakuan terhadap eksistensi desa. Disamping itu pemerintahan Belanda juga mengambil keuntungan karena dengan demikian tidak perlu mengeluarkan biaya tetapi dapat memanfaatkan untuk memenuhi kepentingannya.

Sumber: Modul Pengetahuan Teknis Pemerintahan Desa 2017

Post a Comment

0 Comments